Puja Iskandar
Mahasiswi Stisipol P 12 Prodi Ilmu Administrasi Negara semester 3
Laskarmedia.com, Pangkalpinang Babel- Opini serta spekulasi tentang dampak keberadaan Pertambangan Timah terhadap Kawasan Wisata Pulau Bangka saat ini begitu mengkuatirkan.
Pertambangan timah telah menjadi sektor utama dalam struktur ekonomi masyarakat di Pulau Bangka.
Seperti kita ketahui, bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam dan juga menyimpan hasil bumi yang kaya.
Kepulauan Bangka Belitung terletak di dekat Provinsi Sumatera Selatan yang dikenal sebagai satu-satunya daerah penghasil timah di Indonesia.
Nama Bangka juga berasal dari Wangka yang artinya timah. Sejauh ini, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pertambangan timah telah menjadi sektor utama dalam struktur ekonomi masyarakat.
Apa lagi, semenjak ditunjang dengan naiknya harga Timah menjulang tinggi. Semakin banyak pula masyarakat yang ingin membuka pertambangan timah di berbagai tempat.
Penambangan Timah ini dilakukan mulai dari daratan permukaan bumi sampai di danau, sungai bahkan dilaut.
Seharusnya, sebagai kondisi alam yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunanya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi, harus terjaga dengan baik.
Padahal, semua kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pertanian, pemukiman, transportasi, industri dan rekreasi, selalu terkait dengan tanah dan bersenergi dengan manusia.
Sehingga menjadikannya Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia yang memiliki Sumber Daya Manusia.
Namun, kini begitu sayang, dengan keberadaan Tambang Timah terlihat begitu jelas banyak sekali kerusakan lingkungan.
Dampak yang ditimbulkan lahan bekas pertambangan Timah selama kegiatan pertambangan begitu mengerikan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis tempat penambangan timah.
Sebagian besar kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Sebagian para Penambangan Tanpa Izin (PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan (ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup, 2002).
Pernyataan diatas adalah satu tanggapan yang disampaikan salah seorang mahasiswa bernama Puja Iskandar
Mahasiswi Stisipol P 12 Prodi Ilmu Administrasi Negara semester 3.
Menurutnya, kegiatan penambangan timah baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat jelas berpengaruh dan berdampak terhadap lingkungan.
“Perubahan yang terjadi tentang alam dan degradasi tanah dan air.
Tadinya lahan hutan dan kebun sekarang berubah menjadi daratan yang sangat kritis dan kolong-kolong air,” ujar Puja Iskandar.
Terjadinya lahan kritis bermula dari aktivitas masyarakat di dalam kegiatan penambangan timah tanpa disertai adanya rehabilitasi lahan.
Dengan bertambah banyaknya kegiatan penambangan timah, maka semakin meningkat pula dampak kerusakan lingkungan dan kerusakan ekosistem.
Sebab, lanjut Puja Iskandar obyek penambangan hampir mencakup ke segala aspek ekosistem alam.
Beberapa Tambang Inkonvensional (TI) telah merusak area pesisir pantai.
Kita ketahui, pantai-pantai di Pulau Bangka merupakan pantai yang indah dan mempersona. Dengan keindahannya sering di datangkan oleh wisatawan dari luar daerah. Apa lagi jelang libur sekolahan.
Lebih jauh Puja Iskandar menyebutkan bahwa semenjak masyarakat Bangka telah membuka lahan pertambangan timah di pantai menyebabkan air laut menjadi keruh dan berlumpur.
“Kondisi ini tentu tentu tidak nyaman di lihat untuk wisatawan baik dari dalam ataupun luar daerah,” tutur Puja Iskandar.
Dikutip dari KBO Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini, sektor timah banyak memberikan dampak perubahan beragam di Kepulauan Bangka Belitung, mulai dari akses kesejahteraan ekonomi, masalah lingkungan hidup, konflik sosial sesama masyarakat, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi, kerancuan otoritas perizinan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan pemerintah
Tentu saja, menambah buruk situasi kebijakan tata kelola pertambangan. Ini menunjukkan bahwa selain dari aspek produksi timah yang dihasilkan di atas, ada dampak yang dirasakan secara lokal di daerah sekitar tambang.
Selain itu juga, para penambangan timah di lokasi pantai, banyak menggunakan Kapal Keruk (KK), Kapal Isap Produksi (KIP), Ponton Isap Produksi (PIP), dan BWD (Bucket Well Dredge).
Dari data dilapangan kegiatan Penambangan Timah lebih banyak dilakukan di laut dibandingkan dengan di daratan.
Hal ini disebabkan karena jumlah cadangan timah pada daerah laut masih memadai untuk
ditambang.
Kesimpulan nya jika pemerintah tidak menanggulangi atau rehabilitasinya, maka tidak menutup kemungkinan parawisata pantai bakal sedikit pengunjung nya.
Mereka akan malas dengan melihat airnya yang keruh dan penuh lumpur.
Ini juga akan berpengatuh juga untuk generasi pewaris anak cucu yang akan datang. Selain itu tidak menutup kemungkinan bencana di wilayah pesisir pantai.
Selain itu, kini besar pengaruhnya kepada menangkap ikan. Juga akan timbul kontradiksi antar daerah semakin sempit dengan meningkatnya biaya produksi.
Sebenarnya boleh-boleh saja memanfaatkan potensi yang melekat dalam laut, tapi harus dipertimbangkan dampak terhadap kerusakan ekosistem laut dan pencemaran lingkungan yang disebabkannya. Karena dampak dari kegiatan ini akan terasa di masa yang akan datang. (LM-136).
Sumber : KBO Babel.