Ketua DPP FP NTT, Paskalis Towari Tolak Rencana Pencopotan Kapolres Nagekeo Oleh TPDI

Berita694 Dilihat

Laskarmedia.com,Jakarta-Ketua Satgas dan investigasi Dewan Pimpinan Pusat Forum Pemuda Nusa Tenggara Timur (DPP FP NTT) Pascalis Towari menolak dan tidak setuju terhadap rencana pencopotan Kapolres Nagekeo, NTT AKBP Yudha Pranata, SH.,SIK yang dilakukan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Rencana pencopotan Kapolres Nagekeo Nusa Tenggara Timur AKBP Yudha Pranata yang dilakukan oleh TPDI dinilai Paskalis Towary sebagai tindakan semena – mena karena tidak memiliki alasan yang rasional.

Pendasaran TPDI mendesak pencopotan AKBP Yudha Pranata karena melakukan intimidasi dan tekanan psikologis terhadap masyarakat suku Kawa dan beberapa suku lainnya pada 2 Agustus 2022 dianggap sesat karena berbeda dengan fakta lapangan yang terjadi. 

“Kenyataan lapangan,apa yang dilakukan Kapolres Nagekeo sangat membantu Suku Kawa dalam proses penyelesaian pencairan ganti rugi dan sukses” Tegas Paskalis Towari. 

Rencana pencopotan itu ditolak atau dikecam oleh Putera Nagakeo Paskalis Towari. Ia mengatakan, persoalan itu sudah selesai, aman dan berdamai, sehingga tidak perlu diperbesarkan lagi. 

Terkait penghadangan mobil Kapolres oleh sekelompok pemuda di Nagekeo, menurut Paskalis sudah dilakukan perdamaian dengan sejumlah orangtua, dan para pemuda sudah dibebaskan. 

“Jadi,tuntutan pencopotan Kapolres Yudha adalah berlebihan dan tidak tepat, karena persoalan tersebut sudah berdamai dengan pihak keluarga.Terus apa yang mau dipersoalkan lagi. Damai itu langkah hukum yang paling tepat dan sangat mulia, masa orang berdamai kok dipersoalkan, ini kan lucu”.tegasnya.

Lanjut Paskalis, perdamaian antara pihak Polres Nagekeo dengan keluarga pelaku penahanan mobil Kapolres Nagekeo pada tanggal 19 April 2023, pukul 19.00 di kediaman keluarga pelaku.

”Dari sumber yang kita peroleh di Nagekeo bahwa Kapolres Nagekeo dan para pemuda telah berdamai di rumah orangtua para pemuda pada tanggal 19 April lalu”.katanya dalam keterangan tertulis kepada awak media pada (27/04/2023).

Paskalis pun menolak tuntutan TPDI yang meminta Kapolri mencopot AKBP Yudha Pranata. Menurut dia, tuntutan yang dilakukan oleh TPDI berdasarkan sumber informasi dari media sosial, yang mana, katanya, tulisan dari media sosial itu masih prematur dan bukan berdasarkan investigasi lapangan.

“Dimana beberapa hari berikutnya, justru ada pihak-pihak yang disinyalir memanfaatkan kejadian tersebut dijadikan celah untuk mengkambing hitamkan Kapolres Nagekeo. Akibat adanya keseleo penulisan oknum wartawan yang membuat narasi berita penghadangan, dengan mengkait-kaitkan suku tertentu,” katanya.

Iapun mengkritik wartawan yang telah memberitakan informasi tersebut yang mengaitkan persoalan penghadangan mobil Kapolres Nagekeo dengan penyerahan tanah untuk Polres Nagekeo. 

“Ada upaya lain yang dilakukan oleh oknum wartawan yang menulis berita penghadangan mobil kapolres Nagekeo itu, terkesan seolah-olah membangun opini publik untuk membenturkan pihak kepolisian dengan suku tertentu,” sambung putera asli Nagakeo itu.

“Ini juga bisa mencederai prinsip dan kode etik jurnalis. Kok, melahirkan pemberitaan yang tidak fair. Saya, malah curiga apakah ini hanya keseleo penulisan biasa atau ada unsur kesengajaan. Kita harus sama-sama menggali ini dengan bijak dan fair. Bahwa kemajuan bangsa tidak terlepas peran media sebagai pengontrol kebijakan publik maupun hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Namun apabila salah-salah membuat diksi, tentu bisa menimbulkan persoalan dan hiruk- pikuk di masyarakat. Ini yang terjadi di Nagekeo saat ini,” ucap Putera Nagakeo itu.

Masih menurut Paskalis Towari, tuntutan TPDI akan pencopotan Kapolres AKBP Yudha hanya atas berdasarkan potongan video yang tersebar.Tidak pernah melakukan investigasi secara menyeluruh di lapangan, hanya berdasarkan potongan-potongan narasi yang beredar di sejumlah group WA. 

“Timbul kesan pembaca, seolah mau membenturkan para awak jurnalis di Nagekeo dengan Kapolres Nagekeo dengan menggunakan potongan video yang beredar. Saya membaca berita yang di lansir terkait pernyataan tuntutan dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta Kapolri mencopot AKBP Yudha Pranata. Menurut saya, hanya bersumber dari informasi yang diambil dari sosial media yang menurut saya terlalu premature. Karena bukan berdasarkan investigasi secara langsung, baik di Institusi Polres Nagekeo maupun di keluarga pelaku penghadang mobil kapolres sebagai awal mula persoalan. Lalu menyimpulkan sepihak hanya menonton potongan video yang tidak utuh beredar ramai di media social,” ujar Pascalis.

“Lalu melebar ada narasi-narasi yang menggiring opini publik seolah ada nuansa Sara di Nagekeo. Rusaknya bangsa akhir-akhir ini salah satunya karena minimnya literasi para pegiat media social, karena menyimpulkan sesuatu informasi yang tidak utuh, lalu menggunakan untuk menyerang orang lain,” tutup Pascalis.(LM/TIM).