Prof Dr. H.Abdullah Jamil: Setiap Muslim Da’i

Dakwah1169 Dilihat
Prof. Dr. H. Abdullah Jamil, M. Si bersama m.sontang sihotang dan dara aisyah di mesjid al musannif

Catatan Muhammad Sontang Sihotang (Kabiro Langkat & Binjai)

Laskarmedia.com,. Medan – Fungsi masjid Al-Musannif sebagai Amalan Dakwah yaitu kegiatan dakwah seperti pengajian rutin, tausyiah dan lainnya.

Sebagai Amalan Taklim wa Taklum yaitu tempat belajar dan mengajar seperti maghrib mengaji, Amalan Dzikir dan Ibadah yaitu menjadi Pusat Amalan Zikir dan Ibadah.

Seperti sholat lima waktu satu hari semalam, merupakani Amalan Hikmat yaitu melayani masyarakat.

Program pendidikan agama antara lain pengajian rutin untuk ibu/bapak. Contohnya, sholat shubuh berjemaah dan pengajian.

Seperti diungkapkan Guru Besar Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Prof. Dr. H. Abdullah Jamil, M.Si, masjid sebagai rumah Alloh SWT harus menjadi sentral kegiatan ummat Islam

Abdullah Jamil mengemukakan hal itu pada kegiatan rutin program ceramah tausyiah kulibasiro (kuliah lima belas menit lebih sebelum isro’) setelah sholat shubuh (kajian shubuh) berjemaah.

Ceramah yang diselenggarakan oleh Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Masjid Al-Musannif Cemara Asri, Jalan Cemara, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Minggu (10/10/2021) bertema Aplikasi Dakwah Dalam Kehidupan Sehari-sehari.

Abdullah mengatakan, setiap muslim adalah da’i dalam arti luas, karena setiap muslim memiliki kewajiban tanggung jawab sebagai umat Islam dalam menyampaikan ajaran agama Islam kepada seluruh ummat manusia di manapun ia berada.

Dakwah merupakan misi penyebaran Islam sepanjang sejarah dan sepanjang zaman. Kegiatan tesebut dilakukan melalui lisan (bi al-lisan), tulisan (bi al-kitabah) dan perbuatan (bi al-hal).

Ada dua pola pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan agama. Pola kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia.

Dakwah merupakan kegiatan menyatu dengan kehidupan manusia bukti adanya hubungan manusia dengan Alloh, hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan alam.

Dakwah adalah segala usaha untuk mengubah kondisi yang ada ke arah kondisi yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dakwah dapat dimaknai mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai atas perintah Alloh untuk kebahagiaan sekaligus keselamatan manusia di dunia dan akhirat.

Lewat seruan itu, ummat Islam dituntut membuat perubahan dalam segala bidang sehingga menjadi situasi yang lebih baik.
Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa dakwah bisa dilakukan oleh Muslim yang memiliki kemampuan di bidang dakwah.

Berdakwah menjadi misi abadi untuk sosialisasi nilai-nilai Islam dan upaya rekonstruksi masyarakat sesuai dengan Filosofi, Visi, Misi, Fungsi, Objektif, Tujuan, Luaran dan Manfaat (output dan outcome) eksistensi Agama Islam yakni sebagai Islam Rahmatan lil‘ Alamin (ISRA) yaitu rahmat bagi alam semesta atau rahmat untuk sejagat (universal).

Sementara fungsi dan tujuan dakwah yang berdimensi sosial dapat juga dikaji /analisis sebagai upaya dalam memindahkan ummat dari satu situasi ke situasi yang lain.

Dengan berpedoman pada ilmu dakwah yang bersumber dari kitabulloh dan sunnah Rasululloh SAW diharapkan dapat menyempurnakan dakwah Islam yang dilakukan oleh para da’i ataupun da’iyah.

Karena itu setiap pelaku dakwah (da’i) haruslah melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta wawasan (insight), dalam medan dakwah termasuk kondisi sosial masyarakatnya, metode dan strategi dakwah.

Di samping itu harus memiliki niat yang ikhlas, sabar, lemah lembut dan sesuai dengan cara-cara Nabi Muhammad SAW.

Abdullah Jamil mengingatkan dakwah juga harus dijauhkan dari unsur-unsur yang kurang terpuji misalnya; sombong, gila sanjungan ataupun gila kemasyhuran, dan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Selain itu berdakwah harus bisa menciptakan suasana gembira, nyaman, tidak terkesan bahwa agama Islam itu dapat memberatkan ummatnya.

Model masyarakat yang ingin diwujudkan adalah ummat terbaik atau istilah dalam Al-Qur’an adalah khaira ummah dimana aktifitas amar makruf nahi mungkar berjalan dan terjalin secara berkelanjutan.

Nabi Muhammad SAW berhasil membangun ummat terbaik pada zamannya sebagaimana yang tercantum pengakuan dari firman Alloh, Al-Qur’anul Karim. Kemudian tugas tersebut menjadi kewajiban ummat Islam hingga akhir zaman.

Sementara itu Al-Mukarrom yang juga Ketua Forum Silaturahmi BKM Kota Medan mengatakan pandangan di atas menempatkan dakwah sebagai tugas besar, tugas penting dan mulia.

Tugas tersebut pada mulanya diemban oleh para Nabi yang juga merupakan sifat nubuwwah, dan telah dilaksanakan oleh para Nabi, sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW.

Para Nabi telah melaksanakan tugas mulia itu dengan sukses, namun tetap menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Hal sama juga dialami oleh mujahid dan rijalud dakwah sejak masa sahabat hingga zaman now.

Di era globalisasi saat ini selain peluang, dakwah juga menghadapi berbagai tantangan yang sangat berat, terutama dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

“Oleh sebab itu, kajian terhadap pengembangan konsep dakwah dan evaluasi terhadap gerakan (harakah) dakwah zaman now harus terus dilakukan secara aktif, kreatif, intensif, inspiratif, inovatif dan produktif,” ujarnya.

Al Mukarrom juga mengatakan para pemikir intelektual da’i dengan organisasi dakwahnya dituntut untuk merevisi konsep dakwah dan gerakan dakwah yang dirujuk selama ini, sehingga mampu menawarkan solusi terhadap problematika kehidupan masyarakat modern dan pasca modern .

Terlebih dalam era zaman now yang sedang & telah berada dalam dunia pendidikan di era revolusi Industri 5.0 serta aplikasinya dalam Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) yang baru dicanangkan oleh Mas Menteri Pendidikan, Kebudayaan.
Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.

Dalam kesempatan Itu dilanjutkan dengan forum tanya jawab kepada jemaah. Salah seorang peserta Dra. Dara Aisyah, M.Si, Ph.D, yang juga sebagai dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Administrasi Negara FISIP USU Medan, menanyakan masalah keengganan para pejabat kita yang sedang berkedudukan untuk membantu mensyiarkan agama Islam dalam konteks pengembangan dakwah struktural dalam posisinya masing-masing.

Terlebih ada sebagian pendapat pejabat kita akhir-akhir ini yang menyatakan bahwa semua agama itu sama saja.

Pertanyaan berikutnya dari Dr. Muhammad Sontang Sihotang, S.Si., M.Si., yang juga sebagai dosen Prodi Fisika FMIPA USU . “Manakah yang lebih utama Berdakwah kepada orang lain keluar dibandingkan berdakwah dimulai dari diri sendiri introspeksi diri sendiri (self evaluation) dengan melakukan amalan zikrulloh kedalam diri sendiri dengan mencontohkan ibarat dalam jari telunjuk dakwah keluar diri (1 jari telunjuk) untuk mengajak berdakwah kepada orang lain

Sementara 4 jari lainnya menunjuk kepada diri kita sendiri (self assessment dengan ratio 1 : 4) atau dengan kata lain analisis pendekatan kajian filosofi tunjuk jari yang juga termasuk dalam skop kajian metafisika tasawuf diri (kesadaran rohani / diri).

Al-mukarrom ustadz menjawab sekaligus dari kedua pertanyaan diatas, beliau mengatakan sememangnya adalah yang diutamakan dalam pembahasan tentang dakwah sruktural harus dimulai dengan perbincangan hubungan antara agama (din) dengan negara (dawlah).

Pada hakikatnya, negara adalah suatu wadah.
Setiap Muslim adalah Da’i, Berdakwah seharusnya ditujukan kepada dirinya sendiri terlebih dahulu baru kepada orang lain baik itu secara kultural maupun struktural.

Manusia berkarya sebagai khalifah Alloh SWT. dan hidup secara damai dan sejahtera untuk memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.
Dakwah dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, antara lain pendekatan kultural dan struktural.

Kedua pendekatan tersebut telah dipraktekkan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dakwah kultural yang dilakukan oleh Nabi sebagai respons Al-quran terhadap budaya masyarakat Arab ketika Al-quran diturunkan.

Terdapat tiga sikap Islam terhadap budaya atau kultur yaitu menerima, memperbaiki dan menolaknya. Dakwah kultural berlangsung selama Al-quran turun secara berangsur-angsur yaitu dua puluh dua tahun, baik di Makkah maupun di Madinah.

Sementara dakwah struktural berlangsung di Madinah selama sepuluh tahun. Nabi Muhammad di Madinah selain sebagai agamawan beliau juga sebagai negarawan.

Penggunaan wewenang sebagai negarawan untuk kepentingan dakwah merupakan keniscayaan. Dakwah kultural dan struktural dua istilah dimunculkan akhir abad duapuluh, meskipun implementasinya telah berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW.

Pemunculan istilah tersebut memungkinkan dakwah untuk dikaji dan diimplementasikan secara lebih tepat dengan mempertimbangkan kondisi pemerintah dan mendorong pemerintah untuk berperan sebagai pelaku dakwah dan memanfaatkan sosio-kultural di tengah-tengah masyarakat.

Menuru Prof. Abdullah Jamil, yang juga sebagai Ketua Komisi Dakwah MUI Sumatera Utara, mengatakan Agama harus menjadi sumber nilai dalam Tata Kelola Administrasi Negara, bukan secara sekuler, yaitu memisahkan agama dengan kehidupan bernegara.
Dakwah struktural adalah seluruh aktifititas yang dilakukan negara atau pemerintah dengan berbagai strukturnya untuk membangun tatanan masyarakat yang sesuai dengan petunjuk Alloh SWT dan Rasul SAW dalam bingkai amar ma‘ruf nahi munkar.

Hal ini berarti bahwa negara dengan berbagai strukturnya dapat dipandang sebagai pelaku dakwah karena memiliki kekuasaan untuk melakukan perubahan, kontrol dan bahkan pemaksaan dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran.
Oleh karena itu, seluruh aspek kehidupan diatur oleh pemerintah atau negara seperti pendidikan, ekonomi, politik, pertahanan dan lain sebagainya, merupakan bagian dari aktifititas dakwah struktural.

Berkaitan dengan dakwah struktural ini secara tegas disebutkan dalam firman Alloh Quran Surah (Q.S.) al- Hâjj [22] ayat 41: (Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Alloh-lah kembali segala urusan.

Al-Mukarrom ustdz menyebutkan, firman Alloh yang terdapat dalam Ayat di atas memberikan penjelasan tentang tugas mereka yang diberikan amanah kekuasaan. Mereka diamanahkan untuk memimpin dengan perilaku yang mulia, yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat dan melaksanakan yang makruf dan mencegah yang mungkar.

Menurut Sayyid Quthb orang yang seperti inilah yang akan meninggikan agama Alloh SWT. Kepada mereka Alloh berjanji akan memberi pertolongan dan janji-Nya pasti terwujud. Dengan demikian bilamana Ummat Muslim telah diberi Amanah untuk memimpin dalam jabatannya sepatutnya Pejabat tersebut selayaknya berbuat yang lebih besar lagi dalam meningkatkan Kekuatan Syiar Islam dalam menegakkan Agama Islam secara keseluruhan tanpa memandang rendah kebijakannya agar Alloh memberikan keredhoan dan keberkatanNya.

Menjawap pertanyaan Sontang, al-mukarrom menyebutkan dalam firman Alloh QS : As-Saffat Ayat 23 ; (yaitu) selain Alloh, lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.

Bawalah serta apa yang orang-orang musyrik itu sembah selain Alloh, lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka dan giringlah mereka masuk ke dalamnya.”

Dengan demikian Prof. Abdullah mengatakan sudah selayaknya yang lebih diutamakan adalah berdakwah dengan diri sendiri dahulu yakni dengan melakukan amalan zikirulloh,

Setelah itu baru lah mengamalkan dakwah keluar agar terjadi keseimbangan, bersinergis dan harmonis sehingga dapat dicapai secara berkesinambungan amal ibadah dan terpadu demi mengenalNya (makrifatulloh dan makrifaturrasul).

Abdullah Jamil menambahkan bahwa Rasululloh menyatakan kiamat tidak akan terjadi selama masih ada orang yang menyebut nama Alloh. Seperti yang tertuang dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, yakni “ Kiamat tidak akan terjadi selama masih ada orang yang menyebut nama Alloh.”

Selama masih ada orang yang mengingat Alloh yang senantiasa berzikir dan beribadah kepada-Nya, kiamat tidak akan terjadi. Dalam QS : Al- Ahdzab ayat 41, Alloh SWT berfirman, “ Wahai orang-orang beriman ingatlah kepada Alloh dengan menyebut (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.”

Sebagai ummat muslim kita lebih memprioritaskan berdakwah melalui amaliah berzikirulloh Alloh,…Alloh pada setiap masa (nanodetik) yang dipertegas dalam firman Alloh Q.S al-A’raf ayat 205 : (yaitu) Dan sebutlah (nama) Tuhanmu (Alloh) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang.Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

Pada aplikasi dakwah dalam kehidupan para jamaah diketahui secara hipotesis dan real bahwa melalui proses zikirulloh, akhirnya jama’ah Majelis Zikir semakin lama menjadi semakin besar jumlahnya.

Menurut rujukan jamaah majelis zikir pimpinan alm. KH. Abdul Rakhim as Syadzili yang beranggotakan berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat pemerintah, pegawai swasta, pedagang, petani, guru, mahasiswa, buruh, pengangguran, tukang parkir, dan bahkan sampai orang-orang yang semula tidak banyak menyentuh kehidupan keagamaan.

Banyak orang dari jamaah majelis zIkir tsb. yang semula dikenal tidak terbiasa menjalankan kegiatan agama, setelah mengikuti zikir bersama, maka merasa menjadi bagian orang-orang yang beragama

Sekalipun misalnya, semula sering melakukan dosa, tetapi setelah ikut berzikir, kegiatannya yang bermuatan dosa dimaksudkan berhasil ditinggalkan.

Gambaran itulah yang dimaksudkan dalam kajian metafisika tasawuf berzikir sebagai fungsi dakwah dalam kegiatan berzikir secara kedalaman diri (inert potential of energy) pezikir lebih indah dan berpotensi memiliki energi yang sangat dahsyat bila dibandingkan dengan kita berdakwah keluar diri.

Sementara kecantikan dalaman yang tersimpan (inert beauty) kita sia-siakan potensinya
Al-ustdz juga mengatakan seandainya bila sudah memiliki potensi energi dalaman sudah teraktifkan maka barulah umat muslim untuk mengarah kepada potensi dakwah luaran (outlooking) kepada sosial kemasyarakatan.
Dari itu diharapkan akan terasa sekali bahwa dakwah menjadi sangat efektif dan efisien dalam memberikan respons positif kepada masyarakat secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan dalam mengembangkan nilai-nilai dakwah kultural dan struktural.
Keberhasilan dakwah tersebut tidak akan mudah dicapai melalui kegiatan ceramah atau pun juga penjelasan secara individual dari orang ke orang. Ditambahkan pula dari rujukan yang ada yakni menurut Almarhum KH. Abdul Rakhim as Syadzili, penggagas lahirnya jama’ah Maulid wa Ta’lim Riyadul Jannah, pernah mengatakan bahwa, orang sekarang tidak mudah diajak mendengarkan nasehat atau ceramah, tetapi untungnya mereka masih mau diajak untuk berzikir. Oleh karena itu, menurut pendapatnya, cara terbaik berdakwah adalah mengajak mereka atau umat ini berzikir secara pribadi ataupun bersama-sama secara kontinyu. Hasilnya, ternyata memang lebih efektif dan efisien.

Berzikir mampu merubah akhlak jama’ah, mereka para jamaah akan sungkan untuk berbuat maksiat, karena ia merasa bahwa Alloh akan selalu mengawasinya. Dengan berzikir baik itu secara bermartabat atau berkaedah (tarekatulloh) maupun secara hasanah bahwa zikir dapat meningkatkan keimanan para jama’ahnya (pezikir).wallahu a’lam. *(LM-101)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *