Laskarmedia.com, Medan–Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kecewa RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tak dimasukkan dalam rapat paripurna DPR RI yang dilakukan pada Kamis (16/12/2021).
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyebutkan, padahal ditetapkannya RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR telah ditunggu-tunggu masyarakat, khususnya korban tindak pidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban.
“RUU ini merupakan titian untuk mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual,” kata Andy dalam keterangan pers yang diterima Jumat (17/12/2021).
Andy mengatakan, RUU TPKS sebagai payung hukum penting untuk segera dihadirkan. Urgensi tersebut bermula dari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001-2011. Selama dasawarsa tersebut, 25 persen kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan kekerasan seksual.
“Setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual,” ujar Andy.
Selain itu, selama menunggu RUU TPKS disahkan, sejak 2012 hingga 2020 tercatat 45.069 kasus kekerasan seksual melapor ke Komnas Perempuan.
Andy pun mengingatkan bahwa periode DPR 2014-2019 RUU TPKS pernah dibahas pemerintah. Namun sampai akhir periode tidak berhasil menyetujui satu pun isu dalam daftar inventaris masalah (DIM) RUU P-KS.
Akibatnya, RUU P-KS tidak dimasukkan sebagai RUU carry over melainkan harus dimulai dari awal.
“Salah satu faktornya adalah, kepentingan hak-hak korban tidak ditempatkan sebagai isu pokok pembahasan. Sedangkan mispersepsi, miskonsepsi dan prasangka terhadap substansi RUU P-KS saat itu merebak di berbagai ruang dan media sosial turut mempengaruhi pembahasan di Panja Komisi 8 DPR RI,” katanya.
Kata Andy, kondisi itu masih berlanjut terhadap RUU tersebut hingga sekarang, yang namanya diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Hal tersebut membuat semakin menjauhkan upaya mewujudkan payung hukum bagi korban kekerasan seksual.
Untuk itu, pihaknya tetap mendesak RUU TPKS segera ditetapkan sebagai usul inisitaif DPR tahun depan. “Mendesak pimpinan DPR RI untuk memastikan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI pada 2022,” tegasnya.
Diketahui, DPR RI batal menetapkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna Kamis (16/12/2021).
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, batalnya penetapan RUU TPKS karena masalah waktu. “Ini hanya masalah waktu karena bahwa tidak ada waktu yang pas, atau cukup untuk kemudian dilakukan secara mekanisme yang ada. Karena kami berkeinginan bahwa RUU TPKS ini kemudian bisa kita putuskan sesuai mekanisme yang ada sehingga bisa menjaga pelaksanaan dari Undang-Undang itu berlaku secara baik dan benar,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/12/2021), melansir Tribunnews.com.
Puan mengatakan, DPR berkomitmen mengesahkan sebuah RUU sesuai mekanisme yang ada. Dia menyebutkan, RUU TPKS ini bakal dibawa ke Rapat Paripurna di awal Masa Sidang 2022.
“Ini hanya masalah waktu dan tentunya pimpinan beserta DPR akan insyaallah secepatnya pada awal masa sidang yang akan datang segera memutuskan dan ini enggak ada masalah apa-apa,” ucap Puan.
“Kami mendukung, DPR mendukung agar ini segera disahkan untuk bisa menjadi satu Undang-Undang yang bisa kemudian menjaga menyelamatkan hal-hal yang sekarang ini banyak terjadi,” tambahnya. (LM-009)