Laskarmedia.com, Medan– Memperingati tahun ke-19 Hari Keterbukaan Sedunia dan tahun ke-13 Hari Keterbukaan Informasi Indonesia, Patar Sihotang SH MH, Ketua Umum PKN, menyampaikan pada konferensi pers dalam rangka memperingati Hari Hak untuk Tahu Sedunia dimulai pukul 16.00 WIB di kantor pusat PKN, Jalan Caman Raya nomor 7, Jatibening, Bekasi, Selasa (28/9/2021).
Patar menjelaskan, adapun sejarah peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia pertama kali dideklarasikan di Kota Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002.
Gagasan utama yang hendak disampaikan dari peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kebebasan mereka dalam mengakses informasi publik.
Di Indonesia sendiri juga ada peringatan Hari Keterbukaan Informasi Indonesia yang diperingati setiap 30 April karena UU Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008 disahkan pada 30 April 2008
Menurut Patar, keberadaan UU 14 Tahun 2008 dan Lembaga Komisi Informasi belum bisa menjawab dan mencapai tuntutan reformasi yaitu terciptanya budaya keterbukaan dan transparansi penyelenggaraan negara untuk mencapai clean government atau pemerintahan yang bersih dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur dan berkeadilan.
“Keterbukaan informasi di Indonesia masih sebatas formalitas dan seremonial serta pencitraan,” ucapnya.
Patar mengungkapkan fakta antara lain merujuk pada laporan ketua KIP pada pelaksanaan Penganugerahan Award Keterbukaan Informasi 2020 di Kantor Wakil Presiden RI, dinyatakan bahwa baru 60 badan publik atau 17,4% yang mendapatkan kategori informatif, 34 badan publik atau 9,8% dengan kategori menuju informatif, selebihnya masih dalam kategori cukup informatif, kurang informatif dan tidak informatif dari 348 badan publik yang dipantau.
Patar juga mengungkapkan fakta hasil penelitian tim pemantau keuangan negara terhadap indeks keterbukaan informasi publik dengan obyek sasaran adalah badan publik Lembaga Komisi Informasi yang ada di 34 provisni dan 1 Komisi Informasi Pusat, penelitian dengan menggunakan data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen peraturan, pemberitaan dan pelaporan dan website seluruh Komisi Informasi.
Dalam penelitian ini, tim PKN memfokuskan pada variabel bagaimana kepatutan Komisi Informasi dalam melaksanakan atau mengimplementasikan perintah dan amanat UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi khususnya pasal 7 ayat 6 tentang kewajiban badan publik menayangkan informasi publik dengan menggunakan perangkat website atau perangkat lainnya dan pengumuman informasi publik yang diumumkan secara berkala tentang laporan keuangan sesuai pasal 9 ayat 2 huruf c UU 14tahun 2008 dan perki Nomor 1 tahun 2010 yang diubah menjadi perki Nomor 1 tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik kesimpulan yang didapat sesuai dengan tabel 1 didapat.
Dari 35 Lembaga Komisi Informasi yang memiliki website 22 atau 63% dan yang mengumumkan laporan keuangan seperti yang dimaksud pasal 9 ayat 2 huruf c adalah hanya 23% atau menurut data ini dapat kami simpulkan sementara bahwa Indeks Komisi Informasi Publik adalah 63%+23%=86% dibagi 2 = …. ini menurut PKN dan belum tentu pasti juga, masih perlu dengan pertimbangan data lain.
Data ini antagonis dengan fungsi dan tugas komisi informasi ini adalah strategis antara lain
Fungsi Komisi Informasi: Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. (berdasarkan Pasal 23 UU No.14 Tahun 2008)
Tugas Komisi Informasi (berdasarkan pasal 26 ayat 1 UU No.14 Tahun 2008): Menerima, memeriksa dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan atau ajudikasi nonlitigasi yang diajukan setiap pemohon informasi publik berdasarkan alasan sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Menetapkankan kebijakan umum pelayanan informasi publik; dan menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Patar memaparkan, berdasarkan regulasi di atas Komisi Informasi telah diberikan kepercayaan oleh negara dan rakyat untuk menjalankan amanat UU No 14 Tahun 2008 namun sampai sekarang belum tercapai seperti yang diharapkan oleh rakyat dan negara yaitu belum tercipta pemerintahan yang transparans dan terbuka guna mencapai pemerintahan yang bersih.
Kondisi ini juga diakibatkan adanya Komisioner Komisioner yang tidak mandiri dan tidak berwawasan membela kerakyatan, lebih cenderung arogan dan belum memahami tujuan dilahirkan Komisi Informasi antara lain menjamin rakyat untuk mendapatkan hak hak informasinya sesuai perintah Konstitusi Pasal 28 f UUD 1945.
“Dengan fakta pengalaman pemantau keuangan negara bersidang di Komisi Informasi di seluruh Indonesia di mana majelis komisiomernya membuat pertimbangan hukumnya tidak sesuai dengan Undang Undang dan perki dan cenderung dan terkesan hanya mencari-cari kesalahan dan usaha menjegal pemohon (rakyat) dalam hal ini PKN. Contohnya pada persidangan di Komisi Informasi Sumatera Utara, PKN pemohon melawan Kepala Tanjung Garbus sebagai termohon, majelis Komisiomer menolak permohonan PKN hanya gara-gara dan persoalan PKN menggunakan dua SK Menteri Hukum dan HAM yang yang mana kedua SK tersebut masih berlaku dan sah di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Patar sambil menunjukkan putusan kepada awak media yang ikut dalam konferensi pers.
Patar juga menjelaskan pengalaman yang menjengkelkan ketika bersidang di Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan PKN sebagai Pemohon dan Bupati Lahat sebagai Termohon dalam Pertimbangan Hukum dan Putusannya Permohonan PKN ditolak dengan alasan PKN salah membuat keberatan kepada atasan, bahwa Komisioner mengatakan bahwa bupati bukanlah atasan PPID Utama yang hal ini dijabat kepala dinas Kominfo, pada saat persidangan PKN sebagai pemohon sudah berkeras dan memaksa majelis Komisioner agar membaca apa pengertian …..ATASAN …. Di pasal pengertian pada perki no 1 tahun 2010 dan perki nomor 2013 namun majelis Komisioner tidak mendengarkan teriakan rakyat dan dengan arogannya membuat putusan menolak PKN (rakyat) mendapatkan hak hak konstitusinya.
Selanjutnya apa yang terjadi dengan perasaan jengkel kesal dan frustrasi PKN melakukan perlawanan hukum dengan cara naik banding ke PTUN Palembang dan ini sangat menguras waktu, tenaga dan pemikiran dan lebih fatal lagi mengeluarkan uang banyak untuk pendaftaran ke PTUN dan biaya biaya bolak-balik sidang. Ini PKN rasakan hanya karena arogansi dan ketidakcakapan dan ketidakcerdasan majelis Komisionernya.
“Sebenarnya masih banyak contoh pengalaman persidangan yang mengecewakan pemohon, namun sementara hanya dua fakta di atas sebagai bahan renungan buat para Komisi Informasi dan para penguasa badan publik di negeri ini,” lanjut Patar.
Patar menyatakan, kemandirian Komisi Informasi tidak akan berhasil dan selamanya akan mengambang apabila anggaran keuangan Komisi Informasi masih dibebankan pada mata anggaran Pemerintah dalam hal ini di APBN kementerian Kominfo dan APBD Provinsi dan APBD Kabupaten, dan kami pemantau keuangan negara PKN sudah sering membuat saran tindakan kepada Presiden dan DPR Pusat agar anggaran Komisioner dan kesejahteraan para Komisionernya diperhatikan oleh Pemerintah dan negara apabila negeri ini benar-benar menginginkan republik ini benar- benar memiliki budaya transparansi karena kalau anggaran Komisi informasi masih di bawah ketiak pemerintah, maka Komisi Informasi tidak akan bisa mandiri dan mudah ditekan dan diintervensi badan publik yang berkuasa,” ucap Patar.
Patar juga mengharapkan kepada para Komisioner dan para penguasa badan publik agar maksud dan tujuan terkandung dalam pembentukan UU no 14 tahun 2008 dan Pembentukan Lembaga Komisi Informasi benar- benar dilaksanakan secara murni dan konsekwen karena keterbukaan dan transparansi itu adalah salah satu pilar dalam mencegah tindak pidana korupsi.
Dan kita harus mensukseskan program Presiden Jokowi dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode lima tahun terhitung sejak 2020 sampai 2024 dan salah satu amanat yang diberikan kepada Lembaga Komisi Informasi tentang Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP).
“Harapannya agar semua para pegiat korupsi dan masyarakat sama sama bergandengan tangan dalam mendorong Komisi Informasi dan segala perangkatnya untuk tercipta suasana keterbukaan informasi di Indonesia demi tercapainya pemerintahan yang bersih dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai tujuan kemerdekaan Republik Indonesia,” pungkas Patar Sihotang SH MH pada acara konferensi pers memperingati Hari Hak untuk Tahu Internasional. (LM-009)