Laskarmedia.com Solo 23/05/2024 – Mengapa KOSTRAD disebut sebagai asukan elit sedangkan ia hanyalah pasukan cadangan. ….????
Mengapa KOSTRAD disebut sebagai asukan elit sedangkan ia hanyalah pasukan cadangan?
Kepanjangan Kostrad adalah Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat – makna cadangan di sini bukan cadangan yang seperti ban serep mobil yang baru dikeluarkan ketika ban utama bocor. Justru Kostrad merupakan satuan tempur utama dari TNI AD.
Bisa dibilang Kostrad adalah bagian dari pasukan reguler dalam badan TNI.
Karena cukup banyak yang bertanya tentang makna cadangan dalam KOSTRAD, mungkin bisa saya jelaskan singkat seperti ini. Setelah kita merdeka masih kerap terjadi pemberontakan bersenjata mulai dari yang terkenal sampai yang tidak terkenal.
Penanggulangan masalah ini biasanya hanya diurus oleh Kodam masing-masing wilayah, campur tangan dari Kodam wilayah lain belum terorganisir dengan baik.
Untuk itu angkatan darat merasa perlu ada satuan baru yang bersifat mobile → cepat berpindah ke mana saja dan bisa ditugaskan kapan saja bila sewaktu-waktu ada pemberontakan besar dan Kodam butuh bantuan dalam waktu singkat sambil membawa kekuatan yang besar → lahirlah CADUAD (Cadangan Umum Angkatan Darat) tahun 1961.
CADUAD ini sekarang kita kenal dengan sebutan KOSTRAD. Makna cadangan di sini adalah KOSTRAD hanya akan diterjunkan bila ada konflik atau urgensi yang besar.
Kalau hanya pemberontakan kecil-kecilan dan masih bisa diurus oleh Kodam masing-masing wilayah, maka KOSTRAD tidak perlu turun tangan namun tetap siaga bila diperlukan seperti pemain cadangan yang tetap siap main kapan pun dibutuhkan di lapangan.
Yang saya masih belum tahu adalah ke mana perginya huruf C atau CAD sebagai perwakilan dari cadangan.
Peran KOSTRAD sebagai satuan cadangan masih sama seperti dulu, tapi singkatan cadangan-nya sudah hilang.
” Kok sistem organisasi militer kita nggak seperti NATO ya, …???
Kalau Anda perhatikan, corak organisasi pertempuran TNI-AD itu relatif berbeda dengan corak-corak organisasi di luar negeri, terutama negara barat. Negara barat masih mengedepankan sistem organisasi klasik yang biasa disebut dengan sistem organisasi divisional, dimana tiap Army Group dikumpulkan dalam sebuah wadah besar dan bisa di-deploy sekenanya.
Makanya kalau Anda jalan-jalan ke AS, akan sangat jarang bagi Anda untuk ujug-ujug melihat bangunan batalion. Biasanya, batalion-batalion yang tersebar di segala penjuru AS itu malah yang sifatnya cadangan. Tentu fungsi utamanya adalah reinforcements. Kondisi ini tak seperti di Indonesia, yang mana kalau Anda lewat tempat tertentu, tahu-tahu Anda bisa ketemu bangunan batalion. Ini karena dalam sistem organisasi militer divisional, biasanya tiap batalion akan terogranisir dalam satu brigade atau resimen besar.
Terus buat apa batalionnya dipisah?
Sederhana. Tujuannya adalah karena tiap batalion bisa punya fungsi yang berbeda, kualifikasi yang berbeda, dan biasanya dalam peperangan pun akan diberi general objective yang berbeda. Tapi biasanya tetap dalam komando kuat seorang Komandan Resimen atau Komandan Brigade.
Nah, Indonesia itu condong ke sistem organisasi teritorial.
Indonesia sadar kalau manpower kita tak sebesar luar, dan buffer zone pertahanan kita juga tak sebesar itu. Beda dengan negara barat yang sudah bahu-membahu untuk menjaga wilayah pertahanan mereka dari Zona Ekonomi Ekslusif dengan berbagai teknologi, harusnya Indonesia tak sampai segitunya. Makanya kita lebih suka sistem teritorial.
Ciri khas sistem teritorial ini tentunya lebih defensif, bukan ofensif, karena memang sejarah TNI itu lekat dengan perang defensif dan juga perang gerilya. Ini kenapa tak seperti di AS yang batalion-batalionnya ada di dalam Camp atau Fort, Indonesia batalion-nya disebar ke wilayah-wilayah tertentu.
Bahkan kalau Anda lihat, kebanyakan batalion di Indonesia itu tak masuk sistem organisasi divisional, tapi memang terang-terangan berada di bawah komando dari Komando Daerah Militer atau Komando Resort Militer.
Bahkan saya pernah dengar, ada semacam doktrin di TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU bahwa alih-alih terlalu ribet memperkaya, memperbanyak, dan merawat berbagai jenis alutsista yang pastinya mahal-mahal itu, TNI sangat mengandalkan kekuatan intai tempur, sabotase, dan juga spionase untuk melakukan perang dengan objective menguasai instalasi militer lawan dan merebut/melucuti persenjataan lawan. Ini mirip strategi Israel (yes, you heard it) ketika memenangkan Six Days War menghadapi Mesir, Yordania, dan Suriah.
Oke, kini masuklah protagonis kita, Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat atau KOSTRAD.
Seperti yang sudah penulis jelaskan orang-orang suka baca “Cadangan” tapi lupa kata kunci “Strategis”. Strategic Reserve atau cadangan strategis itu beda urusan sama cadangan biasa. Ini adalah salah satu sistem organisasi sumber daya manusia militer yang sudah ada sejak masanya Alexander the Great! Dan setahu saya dalam peperangan modern, sistem ini sangat dipopulerkan oleh budaya militer Prussia.
Mirip main catur, intinya dalam militer itu ada strategic reserve, operational reserve, dan tactical reserve.
Cadangan Operasional itu benar-benar day-to-day. Sifatnya adalah menambal langsung pasukan yang gugur dalam sebuah operasi. Adapun Cadangan Taktis adalah pasukan yang ditahan untuk menambal manuver taktis lawan atau melakukan manuver taktis terhadap lawan. Kalau Cadangan Strategis itu lebih adiluhung lagi, sifatnya benar-benar abstrak dan harus bisa digunakan untuk menjadi Cadangan Operasional dan Cadangan Taktis, sekaligus juga untuk menjadi pasukan yang menerapkan strategi-strategi baru yang dilahirkan oleh dinamika peperangan.
Terus kenapa kok Kostrad elit?
Lah, kata kuncinya Strategic Reserve itu jelas abstrak alias broad. Makanya biasanya prajurit Kostrad punya kualifikasi macam-macam, karena harapannya mereka bisa difungsikan jadi macam-macam. Di-deploy ke satuan tempur teritorial bisa, ditaruh di satuan tempur raider bisa, dikirim via udara bisa, bahkan juga sekarang Kostrad semakin organik lagi karena bisa melakukan operasi anti-teror yang harusnya lebih ke kualifikasi anggota badan penegakan hukum, bukan badan pertahanan. Operasi anti-teror itu harusnya lebih penuh SOP, penuh instruksi, taktis, dan ada juga pendekatan-pendekatan inkonvensional karena berhadapan langsung dengan lingkungan sosial internal sebuah negara.
Harusnya kalau melihat dari data di atas, seorang Kostrad otomatis punya kualifikasi Para (terjun payung atau Linud), Intai Tempur, Raider (penyerangan dan penyergapan), Para Raider (terjun payung dengan penyerangan dan penyergapan, harusnya gabungan keduanya agak beda). Kualifikasi ini saja sudah menyebabkan seorang prajurit Kostrad itu relatif punya kemampuan yang generik sebagai infanteri.
Umumnya, infanteri itu punya kualifikasi dasar dalam hal organisasional, rantai komando, kemampuan menembak/perang dan juga kemampuan taktis dasar dalam peperangan konvensional.
Kualifikasi Raider sudah membuat seorang infanteri jadi jago melakukan raid dan ambush yang konsepnya sudah beda dengan peperangan konvensional.
Ditambah Para, maka seorang infanteri sudah bisa di-deploy dari udara.
Ditambah dengan Para Raider, maka sekarang tak hanya sekedar deployment saja yang dari udara, tapi mereka juga bisa di-deploy langsung dari wilayah udara yang terang-terangan adalah zona perang aktif (active combat zone).
Ditambah dengan Intai Tempur, maka seorang infanteri jadi jago di topik reconaissance yang sangat penting untuk menginisiasi strategi dan sangat menentukan dinamika peperangan.
Pada akhirnya, Kostrad harus bisa menambal batalion teritorial yang kelimpungan. Mereka harus bisa melakukan penyergapan, perang gerilya, mereka juga harus punya mobilitas yang tinggi, dan lain-lain. Mereka juga harus bisa hadir di perang konvensional dan inkonvensional seperti intai tempur. Gimana nggak elit?
Balik ke percontohan AS, ini agak berbeda. Strategic Reserve mereka biasanya prajurit yang kualifikasinya kurang lebih sama. Mereka lebih divisional, lebih banyak manpower, lebih maju secara teknologi, dan lebih ofensif. Makanya harusnya punya pasukan organik malah bukan investasi yang bagus.
Makna istilah ‘elit’ yang sering disematkan kepada KOSTRAD bukan berarti KOSTRAD adalah semacam unit khusus seperti KOPASSUS, DENJAKA,, dsb.
Dan cadangan dalam konteks KOSTRAD itu berbeda. Bukan berarti mereka itu pasukan sekunder yang levelnya di bawah pasukan biasa. Justru sebaliknya.
Saya jelaskan dulu dari awal ya.
Seperti yang kita ketahui selama ini, Indonesia menerapkan strategi KODAM, atau dalam bahasa Jerman disebut Wehrkreise, sebagai strategi pertahanan. Fungsi strategi ini adalah membagi daerah-daerah dalam Indonesia menjadi berbagai KODAM. Tujuannya adalah memberikan keleluasaan bagi tiap daerah untuk memobilisasi unit mereka sendiri dalam mengatasi ancaman di daerah mereka.
Namun, apa jadinya semisal ada invasi besar-besaran dari negara lain atau ada ancaman yang sedemikian besarnya di salah satu KODAM sehingga pasukan yang berada di daerah tersebut tidak dapat mengatasinya? Di sini lah maksud dari istilah cadangan pada KOSTRAD; mereka adalah senjata utama untuk melindungi negara. Mereka tidak dibentuk untuk menghadapi ancaman level rendah yang bisa terjadi setiap hari, seperti insurjensi lemah seperti KKB di Papua, atau serangan terorisme. Mereka ‘dicadangkan’ untuk pertempuran besar-besaran di mana kedaulatan Indonesia sudah benar-benar terancam.
Kalau di analogi dengan sangat sederhana, semisal Indonesia ini sebuah desa, dan di berbagai penjuru desa ditempatkan pos Kamling dengan petugasnya masing-masing, nah mereka itu KODAM dengan pasukan infantri biasa, tugasnya mengatasi ancaman level bawah seperti misalnya ular masuk rumah warga, ada serigala masuk kampung, atau semacamnya. Sedangkan KOSTRAD adalah sekumpulan jawara yang ditempatkan di balai desa. Ketika segerombolan rampok yang jumlahnya ratusan datang untuk membantai seisi desa, mereka lah yang maju.
Lain halnya dengan pasukan khusus seperti KOPASSUS, DENJAKA, Detasemen Bravo, dsb. Mereka ini jawara yang sering keluar masuk desa, dikirim ke berbagai daerah untuk melakukan tugas-tugas khusus yang sifatnya rahasia dalam jumlah kecil. Itulah mengapa mereka disebut unit khusus; karena mereka memiliki tugas tersendiri. Akan tetapi, dalam situasi invasi pun, mereka juga bakal ikut terjun.
Lantas, bagaimana dengan status elit KOSTRAD? Nah, dalam hal ini, ibaratnya mereka adalah jawara yang bagian tugasnya berantem besar-besaran dan harus berdiri paling depan, dan oleh karena itu mereka jelas dilatih lebih keras dan dipersenjatai dengan lebih lengkap daripada petugas-petugas yang di pos Kamling, yang merupakan analogi dari pasukan infantri biasa. Persis seperti pasukan khusus yang juga dilatih dengan lebih keras dan dipersenjatai lebih lengkap pula.
Ini setahu saya ya.
Wer rastet, der rostet
BY:GGG. (LM- 025)