Laskarmedia.com , Jakarta – Sebagai pejabat publik, kepala daerah baik itu Gubernur, Walikota, Bupati, Camat, Lurah dan kepala Desa pun tidak boleh menolak Jurnalis atau wartawan termasuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk diwawancarai oleh kuli tinta tersebut.
Peringatan itu dilontarkan oleh ketua komisi informasi pusat (KIP) RI, Abdulhamid Dipropramono di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menanggapi dengan maraknya pejabat yang enggan dan bahkan bersikap sombong serta arogan ketika para awak media menemui untuk meminta komentar dan tanggapan sesuatu isu-isu berkaitan di dalam pemerintahan nya.
Apalagi jika penolakan itu dilakukan secara kasar, hal ini melecehkan profesi wartawan sebagai insan pers yang dilindungi UU dan memiliki tugas sangat berpengaruh dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai pencari berita untuk menyampaikan informasi kepada publik harus memberikan data atau informasi secara terbuka dan transparan kata Hamid.
Dia menjelaskan sebagai pejabat publik termasuk kepala daerah wajib untuk tidak untuk menutup diri kepada publik apalagi wartawan.
“Sebab menolak memberikan informasi selain termasuk menghalang-halangi kerja jurnalistik sesuai UU no 40/1999 tentang Pers juga melanggar prinsip keterbukaan informasi seperti diatur dalam UU no 14/2008 tentang keterbukaan informasi Publik (UU KIP) ungkap Hamid.
Menurut dia, tujuan keterbukaan informasi Publik, seperti ditegaskan dalam UU KIP adalah agar publik mengetahui perencanaan kebijakan publik, pelaksanaan dan pengawasan nya. Juga ditujukan untuk meningkatkan partisipasi Publik dalam pembangunan.
“Tujuan lainnya adalah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik menjadikan layanan informasi yang berkualitas dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Hamid yang juga wartawan ini.
Jika pejabat publik dan institusi ny tertutup, kata dia sudah dipastikan tujuan tidak akan tercapai partisipasi masyarakat rendah, masyarakat tidak tahu tentang pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, tata kelola pemerintahan buruk, layanan informasi publik tak berkualitas dan masyarakat tidak cerdas.
“Jangankan wartawan, menurut UU KIP, masyarakat biasa saja bebas bertanya serta minta informasi dan dokumentasi kepada badan publik, dalam hal ini pemerintah, baik lewat pimpinan nya maupun pejabat pengelola informasi dan dokumentasi ( PPID). Bisa dibayangkan jika wartawan sebagai penyambung lidah rakyat saja ditolak mendapatkan informasi bagaimana jika masyarakat biasa, ungkap nya
Hamid mengingatkan, sanksi sosial pasti akan diberikan oleh publik kepada pejabat yang tertutup, baik lewat media masa formal maupun media sosial. Ketertutupan ini pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan nya. Serta disebut kan dalam prinsip bahwa keterbukaan informasi oleh pemerintah akan meningkatkan kepercayaan (trust) dari publik kepada nya. Kalau pejabat publik tidak terbuka bisa di pastikan kepercayaan dari publik akan turun atau hilang sama sekali.
Oleh karena itu, ketua KIP mengutip UU no 23/2014 tentang Pemda memberikan kewenangan pemerintah pusat untuk memberikan hukuman kepada kepala daerah, sebut saja dalam pasal 67(b) disebut kan bahwa kepala daerah harus menjalankan peraturan perundangan. Dalam hal ini UU Pers dan UU KIP, jika kepala daerah tidak melaksanakan nya, maka pemerintah pusat akan memberhentikan nya
Seperti tercantum dalam pasal 78(d) UU Pemda, yang menyatakan bahwa kepala daerah diberhentikan jika tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 (b) demikian Abdul Hamid menjelaskan.
(Sumber : fs.Donggo/Nizam/Ade M)
Ditulis ulang untuk tujuan Pendidikan
(LM-034).