Gandeng Yusril, Kesultanan Deli Sengketakan Lahan Polonia Medan hingga PTPN

Berita, Daerah, Ekonomi, Hukrim295 Dilihat

Laskarmedia.com, Medan — Kesultanan Deli menggandeng Yusril Ihza Mahendra untuk memperkarakan sejumlah bidang tanah di Sumatra Utara yang diklaim miliknya yang saat ini dikuasai sejumlah BUMN.
Pihak Kesultanan Deli yang mempermasalahkan kepemilikan lahan tersebut adalah Datuk Empat Suku, Datuk Adil Freddy Haberham dan Tengku Fauziddin Pangeran Bendahara Deli yang dipimpin Kepala Pertanahan Kesultanan Deli Saidin.

Dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Yusril mengatakan, Kesultanan Deli akan mengambil langkah musyawarah dan negosiasi dengan pemerintah untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut.

“Namun kalau jalan musyawarah tidak dapat menyelesaikan masalah, kerabat kesultanan memberikan kuasa kepada Yusril dan para advokat IHZA & IHZA LAW FIRM untuk menggugat Pemerintah RI ke pengadilan,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/9/2022).

Lahan yang dimaksud meliputi Bandara Polonia, tanah eks Deli Spoorweg Maatschappij yang sekarang dikuasai PT KAI, tanah PT Telkom bekas Telefonken Maatschappij, tanah yang dikuasai PT Pertamina (Persero) atau eks Bataviasche Petroleum Maatschappij, sampai tanah yang digunakan untuk jalur pemipaan PDAM Tirtanadi dari Rumah Sumbul-Sibolangit.

Selain itu, tanah yang sekarang secara de facto dikuasai PT Perkebunan Nusantara II, III dan IV dan yang dikuasai pihak perkebunan swasta serta kantor-kantor pemerintah, BUMN dan TNI.

“Ada pula lahan konsesi ribuan hektare yang sekarang dibangun mega proyek Kota Deli Megapolitan oleh Grup Citraland,” bebernya.

Yusril menjelaskan, lahan lahan tersebut pada masa lampau digunakan untuk kepentingan umum. Lahan-lahan tersebut digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur, perkeretaapian, telepon, air bersih, perkantoran, dan permukiman.

Selain itu, lahan itu juga digunakan sebagai perkebunan berdasarkan perjanjian konsesi yang diberikan Sultan Deli kepada perusahaan-perusahaan Belanda.

Saat bertemu perwakilan Kesultanan Deli, Kamis (22/9/2022), Yusril mengaku diperlihatkan seluruh naskah asli perjanjian konsesi beserta peta-petanya dengan sangat rinci.

“Semua dokumen itu dibawa kembali ke tanah air oleh Prof Dr OK Saidi dari arsip-arsip aslinya yang disimpan di Negeri Belanda,” katanya dan menambahkan, naskah-naskah asli itu ditulis dalam Bahasa Belanda dan Bahasa Melayu menggunakan huruf Arab. Semua salinan dokumen telah dilegalisasi oleh KBRI Den Haag, Negeri Belanda.

Lahan-lahan konsesi Sultan Deli, kata Yusril, diberikan dengan perjanjian selama 75 dan 99 tahun sejak 1885 dan pembaharuannya di sekitar tahun 1910 kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

Menurutnya, lahan-lahan konsesi itu menjadi masalah ketika Pemerintah RI di zaman Soekarno mengeluarkan UU No 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda dalam rangka pembatalan Perjanjian KMB dan perjuangan merebut Irian Barat atau Papua sekarang ini.

“Dalam praktiknya, Pemerintah RI menganggap menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda termasuk pula menasionalisasikan lahan-lahan yang dikonsesikan itu. Padahal lahan-lahan tersebut bukanlah milik perusahaan Belanda yang dinasionalisasikan, melainkan milik Sultan Deli yang disewa perusahaan-perusahaan Belanda itu berdasarkan perjanjian konsesi,” imbuhnya.

Ada pula lahan 1.100 hektare (ha) di Hamparan Perak yang akan dihibahkan Kementerian BUMN ke TNI Angkatan Udara sebagai untuk memindahkan Landasan Udara Soewondo yang menjadi bagian dari Bandara Polonia. Lahan Hamparan Perak kini dikuasai BUMN PTP II.

Yusril mengatakan, Sultan Deli menunjukkan bukti otentik perjanjian konsesi dan peta tanah konsesi yang menunjukkan bahwa lahan 1.100 ha di Hamparan Perak itu adalah milik Sultan Deli yang dikonsesikan dengan perusahaan Belanda.

Menurutnya, pengadilan bisa membatalkan HGU PTP II berdasarkan bukti-bukti kepemilikan yang diajukan Sultan Deli jika Sultan mengajukan gugatan pembatalan sertifikat tersebut ke pengadilan.

Yusril menganggap persoalan tanah antara Sultan Deli dengan Pemerintah RI yang melibatkan berbagai instansi termasuk TNI dan BUMN itu sebagai masalah serius yang perlu diselesaikan. “Dengan cara yang bijak dengan tetap menjunjung tinggi norma-norma hukum yang berlaku,” ucapnya.

Yusril mengatakan, dia akan mendalami semua dokumen otentik milik Belanda dan Kesultanan Deli dengan seksama. Dia juga akan menelaah beberapa disertasi yang membahas status tanah-tanah Kesultanan Deli tersebut dan pada tahap pertama tentu akan menempuh cara-cara negosiasi damai dengan Pemerintah RI.

Belum ada pernyataan dari pihak lain terkait hal ini. CNNIndonesia.com belum bisa mengonfirmasi pernyataan Yusril dan klaim Kesultanan Deli ini pada pihak-pihak terkait. (LM-009)