Bulan Safar dan Peristiwa Penting di Dalamnya

Dakwah702 Dilihat


Laskarmedia.com, Medan – Setiap bulan Qamariyyah memiliki peristiwa penting yang terjadi di dalamnya. Baik terjadi di masa Rasululah, empat khalifah pasca-beliau, maupun setelahnya. Ketetapan jumlah bulan pun sebenarnya telah ditetapkan oleh Allah ﷻ dalam Al-Qur`an Surat At-Taubah ayat 36:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.” (QS At-Taubah: 36)

Menurut beberapa ulama, bulan ini disebut dengan nama ‘Safar’ karena dinisbatkan pada budaya atau kebiasaan masyarakat Arab zaman dahulu yang pergi dari rumah mereka sehingga terjadi kekosongan. Safar sendiri dalam bahasa diartikan kosong. Ibnu Mandzur dalam Lisânul ‘Arab menyatakan :

لِإِصْفَارِ مَكَّةَ مِنْ أَهْلِهَا إِذَا سَافَرُوا


Karena kosongnya Makkah dari penduduknya apabila mereka bepergian.” (Ibnu Mandzur, Lisânul ‘Arab, Dar el-Shâdir, Beirut, juz 4, halaman 460)

Terkait bulan safar, tidak sedikit orang yang mengidentikkan bulan Safar dengan bulan Tasa’um (anggapan sial) yang diwarnai wabah penyakit dan kesialan. Mereka menilai bulan Safar adalah bulan di mana Allah SWT menurunkan bala’, musibah, dan berbagai bencana. Padahal, sebagaimana bulan dari bulan-bulan Allah lainnya, bulan Safar tidak memiliki kehendak dan berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.

Pandangan pesimis ini dari sudut pandang akidah justru membuka pintu bala’ itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam sebuah hadits qudsi yang menyatakan bahwa Allah sesuai persangkaan hambaNya tentang diriNya.

Dari sisi akidah juga, meyakini adanya hari sial cukup bermasalah karena kesialan atau keberuntungan itu hanya bisa diberikan oleh Allah semata berdasarkan sifat irâdah atau sifat Maha Berkehendak.

Dari pada meyakini bulan Safar sebagai bulan atau hari sial, akan lebih baik meyakininya sebagai hari keberkahan. Hal ini didasarkan pada hadits yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan nur (cahaya) alam semesta pada hari Rabu. Hari Rabu juga adalah hari di mana doa Nabi dikabulkan setelah sebelumnya berdoa mulai Senin di masjid al-Fath.

Selain kejadian tersebut, dalam catatan sejarah memang banyak kejadian penting yang terjadi pada bulan Safar. Dalam Mandzumah Syarh al-Atsar fî mâ Warada ‘an Syahri Safar (hal 9), Habib Abu Bakar al-‘Adni menyebutkan Rasulullah melakukan tradisi-tradisi yang baik di bulan ini guna menggugurkan anggapan negatif orang-orang pada masa jahiliah.

Di antara tradisi baik yang beliau mulai yaitu: pernikahan Rasulullah dengan Khadijah, Rasulullah menikahkan Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, perang pertama dalam Islam, yaitu perang Abwa.

Sementara peristiwa-peristiwa penting lain yang tidak disebutkan oleh Habib Abu Bakar al-‘Adni, di antaranya penaklukan Khaibar pada tahun ke-7 Hijriah dan Rasulullah mengutus Usamah bin Zaid kepada pimpinan prajurit Rum tahun 11 Hijriah. Dari hal ini, sudah semestinya kita sebagai umat Islam untuk berprasangka baik dan terus berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan keselamatan dalam hidup khususnya di bulan Safar ini.

Seiring telah masuknya Almanak Hijriyyah ke dalam bulan Safar 1443 H, Lembaga Falakiyah PBNU juga mengajak seluruh Muslim untuk membaca doa berikut ini:

اَللّٰهُ اَكْبَرُ اللٌٰهُمَّ اَهِلِّهُ عَلَيْنَا بِالْاَمْنِ وَ الْاِيْمَانِ وَ السَّلَامِ وَ الْاِسْلَامِ وَ التَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَ تَرْضَى رَبِّيْ وَ رَبُّكََ اللّٰهُ

Artinya : “Allah Maha Besar. Ya Allah, jadikanlah
ini bulan ‘membawa’ keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman, kemampuan untuk mengamalkan apa yang Kau suka dan restui. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” (LM-058)

Sumber:
NU online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *