Bukan Jokowi Berkampanye, Tapi Sri Mulyani Yang Dikhawatirkan Mundur

Laskarmedia.com Jakarta – Sebuah hubungan memang salah satu hal yang masuk kategori sulit ditebak. Karena yang terlihat sederhana terkadang rumit, dan yang nampak baik-baik saja terkadang juga bisa sebaliknya. Apalagi jika masalah terjadi karena pertentangan dalam kinerja, seperti perbedaan pendapat yang muncul karena menyimpang dari hati nurani.

Problematika itu yang terjadi di istana, Jokowi yang terang-terangan membolehkan jabatan presiden dan para menteri untuk berkampanye dan memihak nyatanya ditentang keras oleh beberapa menteri.

Tidak semua karena banyak menteri juga sehati dengan sang presiden, yang turut mengkampanyekan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi penerus Jokowi. Namun hal itu menentang nurani sebagian menteri di kabinet Jokowi, diantaranya ada menkeu Sri Mulyani, menlu Retno Marsudi dan menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Bahkan secara gamblang Sri Mulyani berpesan kepada jajarannya di divisi keuangan, untuk terus menjaga netralitas karena hal itu adalah value dari diri mereka masing-masing. Tak peduli malu lagi, isu berhembus kencang presiden menginstruksikan para menteri seperti Erick Thohir, Bahlil Lahadalia, Airlangga Hartarto, dan lainnya untuk berkampanye. Bahkan presiden sendiri diajak langsung oleh anaknya untuk berkampanye.

Sri Mulyani tetap pada prinsipnya sebagai pejabat negara yang netral. Karena mereka adalah aparat yang harus turut menjaga kondusivitas pemilu, bukan turut kampanye menggunakan fasilitas negara dan memihak salah satu paslon.

Hal itu menyalahi aturan, bukan hanya mencurangi rakyat karena menggunakan fasilitas negara secara terang-terangan tapi juga berlaku tidak adil pada paslon lainnya. Itu bukan merupakan fatsun politik dari seorang pemimpin maupun pelayan rakyat.

Memang mereka punya hak politik dan demokrasi yang bebas, tapi sebagai tonggaknya negara, menjadi garda terdepan dari agenda demokrasi adalah hal utama dengan cara menjaga netralitas. Posisi netralitas itu sebagai etika ataupun norma yang berdiri tegak di atas peraturan tertulis, layaknya sebuah pondasi yang membuat seseorang itu memiliki kualitas diri baik dan menjadi sosok yang bermoral.

Hubungan yang tadinya harmonis karena kekecewaan, menjadi memudar. Tapi nyatanya deklarasi tentang presiden dan menteri boleh kampanye dan memihak tadi adalah puncak dari problem yang sudah mengendap. Karena sebelumnya masalah internal seperti bansos yang dipolitisasi hingga kabar tidak sedap mencuat, bahwa Ibu Sri Mulyani ditekan untuk mengatur uang bansos yang terus-terusan dikeluarkan tanpa sebab yang kuat.

Hingga motif tersembunyi itu terbaca lewat rekannya Zulkifli Hasan dan Airlangga Hartarto yang merupakan timses paslon 02, untuk menggaungkan bansos di kalangan rakyat sampai meminta mereka berterimakasih karena bansos dari Jokowi.

Siapa yang tidak geram jika aliran penuh kesesatan itu digaungkan kepada rakyat? Publik yang tau sekilas saja dibuat geram, apalagi orang internal seperti para menteri terutama menteri keuangan yang mengatur keuangan negara.

Hal itu membuat muak, apalagi saat melihat kubu 02 yang didukung sang presiden bermain money politik dalam kampanyenya tapi dibiarkan saja. Para aparat pun diminta untuk tunduk, Mahkamah Konstitusi dan Polri jadi bukti semena-menanya seorang presiden.

Jangan salah seorang narasumber sudah mengungkapkan semua cerita di istana kepada Tim Bocor Alus. Jadi jangan kaget, kalau cerita itu sudah viral dan menjadi konsumsi publik. Atas semua itu tidak lagi heran jika Bu Sri Mulyani dan kawan-kawannya yang masih waras tidak keblinger jabatan serta kekuasaan, berbondong-bondong diisukan akan mundur dari kabinaet Presiden Jokowi.

Yang paling kuat suara akan keluar adalah Sri Mulyani, hingga berdampak pada melemahnya mata uang rupiah kita terhadap dollar. Setelah ditelusuri oleh pakar ekonom, fakta ditemukan hal itu karena masalah internal yang presentasenya 60%.

Politik tadi yang menjadi faktor utama. Namun setelah ditimbang berat masalahnya, isu para menteri keluar lebih berpengaruh besar katimbang presiden yang turun berkampanye. Terutama Sri Mulyani yang digadang siap keluar membuat para pelaku usaha ketar-ketir. Pasalnya mereka sedang menunggu kebijakan baru yang keluar agar mereka bisa menjalankan urusannya dengan baik dan lancar. Tentu dengan ekonomi yang stabil agar mereka tidak merugi dan tetap mendapat keuntungan sesuai dengan yang sejak awal sudah dikalkulasikan.

Pengusaha bukan hanya mencari keuntungan untuk kantongnya sendiri, tapi mereka juga sumber pemasukan negara. Entah dari kerjasama dengan negara sendiri maupun pajak atas usaha yang mereka jalankan, hingga memberi lapangan kerja serta menghasilkan barang yang mengatasnamakan negara dengan pihak luar.

Semua adalah bagian dari menjaga stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan posisi ekonomi kuat diantara negara-negara di luar sana yang masih juga ketar-ketir dengan kondisi keuangannya sendiri di tengah isu ekonomi global yang bisa melanda sewaktu-waktu.

Tapi nyatanya Jokowi lebih asik bermain kekuasaan demi keberlanjutannya menguasai negeri ini lewat anaknya. Ya sudah kalau memang begitu, tunggu saja masalah lain yang akan timbul di kemudian hari, yang tentunya akan menjadi bom waktu baginya karena tidak segera menghentikan langkahnya yang salah. Hanya Jokowi yang bisa menentukan kemana arah langkahnya. Mau lanjut berjalan di jalur sesat atau sebaliknya berbalik arah dan melanjutkan yang sudah dilakukannya dengan baik. (LM- 025)